Rabu, 05 November 2014

FAKTOR- FAKTOR DALAM PEMBANGUNAN HUKUM AGRARIA NASIONAL

MAKALAH HUKUM AGRARIA
TENTANG
“FAKTOR-FAKTOR PENTING DALAM PEMBANGUNAN HUKUM AGRARIA NASIONAL”





OLEH  KELOMPOK 1 KLs 5 B ( PPKN REGULER SORE )

ADI ARDIMAS  ( NIM E1B112004 )

ARIFIN (NIM E1B112008 )

DESAK  DEVI  VANESA T.S. ( NIM E1B112018 )

FAHRURRAZI ( NIM E1B112020 )










PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
2014/2015







FAKTOR-FAKTOR PENTING DALAM PEMBANGUNAN HUKUM AGRARIA NASIONAL
            Menurut  Notonagoro, faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pembangunan Hukum Agraria nasional, adalah faktor formal, faktor material, faktor ideal, faktor agraria moderen, dan faktor ideologi politik. Faktor-faktor tersebut dapat di jelaskan sebagai berikut:
a.    Faktor Formal
            Keadaan Hukum Agraria di Indonesia sebelum diundangkannya UUPA merupakan keadaan peralihan, keadaan sementara waktu oleh karena peraturan-peraturan tentang sekarang berlaku berdasarkan  pada peraturan-peraturan peralihan yang terdapat dalam pasal 142 Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950, Pasal 192 Konstitusi Republik Indonesia Serikat (KRIS), dan Pasal 2 Aturan Peralihan UUD 1945, yang semuanya itu bersama-sama menentukan dalam garis besarnya bahwa peraturan-peraturan hukum yang berlaku pada Zaman Hindia Belanda memegang kekuasaan, masih berlaku untuk sementara.

b.   Faktor Material
            Hukum Agraria mempunyai sifat dualisme hukum. Dualisme hukum ini dapat meliputi hukum, seubjek maupun objeknya. Menurut hukumnya, yaitu disatu pihak berlaku Hukum Agaria Barat yang diatur dalam KUH Perdata maupun Agrarische Wet, dipihak lain berlaku Hukum Agraria Adat yang diatur dalm Hukum Adat tentang tanah masing-masing. Menurut subjeknya, Hukum Agraria Barat berlaku bagi orang-orang yang tunduk terhadap Hukum Barat, di pihak lain Hukum Agraria Adat berlaku bagi orang-orang yang tunduk terhadap Hukum Adat.

            Menurut objeknya, di satu pihak ada hak-hak atas tanah yang diperuntuhkan bagi orang-orang yang tunduk pada Hukum Barat, di pihak lain ada hak-hak atas tanah yang diperuntuhkan bagi orang-orang yang tunduk pada Hukum Adat. Adanya sifat dualisme hukum ini membawa konsekuensi baik dari sistem hukum maupun dari segi hak dan kewajiban bagi subjek hukumnya. Sifat dualisme hukum ini menimbulkan persoalan dan kesulitan yang tidak dapat dibiarkan terus-menerus.

            Setelah Indonesia merdeka, maka sifat dialisme hukum ini harus diganti dengan sifat unifikasi (kesatuan) hukm. Sudah tentu Hukum Agraria kolonial tidak sesuai dengan isi Hukum Agraria yang dikehendaki oleh bangsa Indonesia, yaitu Hukum Agraria yang berlaku secara Nasional (unifikasi hukum). Oleh karena itu, hal inilah yang mendorong bahwa Hukum Agraria Kolonial yang mempunyai sifat dualisme hukum diganti dengan sifat inifikasi hukum yang berlaku secara nasional.






c.    Faktor Ideal
            Dari faktor ideal (tujuan negara), sudah tentu tujuan Hukum Agraria Kolonial tidak cocok dengan tujuan negara Indonesia yang tercantum dalam Alinea IV Pembukaan UUD 1945 dan tujuan penguasaan bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya, seperti yang tercantum dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.
            Hukum Agraria Kolonial dibuat dengan tujuan untuk kepentingan, keuntungan, kesejahteraan, dan kemakmuran Pemerintah Hindia-Belanda, orang-orang dari golongan Belanda, Eropa, Timur Asing, Sedangkan Hukum Agraria Nasional dibuat dengan tujuan untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran yang sebesar-besarnya bagi seluruh rakyat Indonesia.
            Ketidaksesuaian tujuan dibuatnya Hukum Agraria Kolonial inilah yang mendorong bahwa Hukum Agraria Kolonial harus diganti dengan Hukum agraria Nasional, yang diarahkan kepada terwujudnya fungsi bumi, air, dan kekayaan a;am yang terkandung didalmnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat indonesia.

d.   Faktor Agraria Modern
            Faktor-faktor Agaria modern terletak dalam lapangan-lapangan sebagai berikut:

1)      Lapangan sosial.
Masalahnya adalah bagaimana hubungan antara pemilik tanah dan bukan pemilik tanah itu harus diatur untuk kesejahteraan rakyat.
2)      Lapangan ekonomi.
Masalhnya adalah bagaimana penggunaan tanah itu harus diatur agar dapat memberikan hasil produksi yang optimal atau mencapai titik optimum.
3)      Lapangan etika.
Maslahnya adalah bagaimana penggunaan tanah itu harus di atur agar selain bisa memberikan kesejahteraan pada pemiliknya, juga memberikan kesejahteraan pada pemiliknya, juga memberikan kesejahteraan bagi masyarakat dan bangsa.
4)      Lapangan idiil fundamental.
Maslahnya adalah apakah warga negara Indonesia boleh mempunyai Hak Milik atas tanah tanpa batas luas jumlahnya di Indonesia.
Hal-hal tersebut diatas mendorong agar dibuat Hukum Agararia Nasional.
e.    Faktor Ideologi Politik
            Indonesia sebagai bangsa dan negara mempunyai keterkaitan hidup dengan negara-negara lain. Indonesia tidak dapat mempunyai kedudukan tersendiri terlepas dari keadaan dan hubungan dengan negara-negara lain.
            Dalam menyusun Hukum Agraria nasional boleh mengadopsi Hukum Agraria negara lain sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 dijadikan faktor dasar dalam pembangunan Hukum Agraria nasional. 



DAFTAR PUSTAKA
Urip Santoso. Edisi Pertama 2012. Hukum agraria kajian komperhensif. kencana prenadamedia group